KLASIFIKASI HUTAN TROPIS MENURUT IKLIM DI INDONESIA

Hutan-hutan di Indonesia termasuk dalam hutan tropis karena letak Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa. Klasifikasi Hutan Tropis Menurut Iklim di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Hutan Hujan Tropis
Hutan Hujan Tropis
adalah hutan yang memperoleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 2.000 mm – 4.000 mm. Hutan hujan tropis dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Bagian Utara dan Papua. Jenis-jenis yang umum ditemukan di hutan ini, yaitu : Meranti (Shorea dan Parashorea), keruing (Dipterocarpus), Kapur (Dryobalanops), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu hitam (Diospyros sp).

hutan-hujan-tropis

Stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis oleh Richards (1954) dibagi menjadi 5 stratum dari atas kebawah sebagai berikutt :

  • Stratum A (A-storey)  : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas. Biasanya mempunyai tajuk diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.
  • Stratum B (B-storey) : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang pohon bisanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).
  • Stratum C (C-storey) : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinyu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang yang tersusun rapat. Pada stratum C, pepohonan berasosiasi dengan berbagai populasi efipit, tumbuhan memanjat dan parasit.

struktur hutan

Di samping ketiga strata pohon tersebut terdapat pula strata perdu-semak dan tumbuh- tumbuhan penutup tanah, yaitu :

  • Stratum D (D-storey) : Lapisan perdu dan semak. Tingginya 1-4 m. Pada stratum ini juga terdapat dan dibentuk  oleh spesies pohon yang masih muda atau masih dalam fase anakan (seedling). Terdapat palma-palma kecil, herba besar da paku-pakuan besar.
  • Stratum E (E–storey) : Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.

2. Hutan Muson Basah
Hutan muson basah merupakan hutan yang umumnya dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, periode musim kemarau 4-6 bulan. Curah hujan yang dialami dalam satu tahun 1.250 mm-2.000 mm. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan ini antara lain jati (Tectona grandis), mahoni (Switenia mahagoni), sonokeling, pilang dan kelampis.

3. Hutan Muson Kering
Hutan muson kering terdapat di ujung timur Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Tipe hutan ini berada pada lokasi yang memiliki musim kemarau berkisar antara 6-8 bulan. Curah hujan dalam setahun kurang dari 1.250 mm. Jenis pohon yang tumbuh pada hutan ini yaitu Jati dan Eucaliptus.

4. Hutan Savana
Hutan savana merupakan hutan yang banyak ditumbuhi kelompok semak belukar diselingi padang rumput dengan jenis tanaman berduri. Periode musim kemarau 4 – 6 bulan dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun. Jenis-jenis yang tumbuh di hutan ini umumnya dari Famili Leguminosae dan Euphorbiaceae. Tipe Hutan ini umum dijumpai di Flores, Sumba dan Timor.

 

Posted in hutan, Hutan Tropis | 1 Comment

KLASIFIKASI HUTAN BERDASARKAN WILAYAH DI INDONESIA

Indonesia terletak di daerah khatulistiwa mempunyai hutan tropis yang berperan sebagai paru-paru di bumi ini. Selain Indonesia, beberapa negara di asia juga mempunyai hutan tropis. Negara tetangga kita, seperti Malaysia sering disatukan dengan Indonesia dalam klasifikasi hutan tropis di dunia ini yang disebut hutan tropis “Indomalaya“.

Sedangkan letak astronomis Indonesia adalah di antara 6º LU (Lintang Utara) dan 11º LS (Lintang Selatan), dan terletak pada garis bujur antara 95º BT dan 141º BT (Bujur Timur).  Hutan Tropis di Indonesia tersebar dalam wilayah kontinen dan pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau.

Berdasarakan wilayah, hutan-hutan di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) zona yaitu :

  1. Zona barat, yaitu hutan dengan pengaruh kuat vegetasi daratan Asia, meliputi pulau-pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa;
  2. Zona peralihan, yaitu hutan dengan pengaruh vegetasi Asia dan Australia sama besar, meliputi pulau Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya;
  3. Zona timur, yaitu hutan dengan pengaruh kuat vegetasi Australia, meliputi Irian Jaya, Maluku dan Nusa Tenggara.

klasifikasi-wilayah-hutan

Pada zaman es, pemukaan air laut jauh lebih rendah daripada sekarang ini, air membeku di daerah kutub. Saat itu Laut China Selatan kering, sehingga kepulauan Nusantara barat tergabung dengan daratan Asia Tenggara. Sementara itu pulau Papua juga tergabung dengan benua Australia.

Zaman glasial adalah zaman dimana suhu di permukaan bumi menjadi menurun dan mengakibatkan seluruh permukaan bumi tertutupi es. Saat bumi mengalami zaman es atau glasial ini laut-laut berubah menjadi es dan mengakibatkan menyambungnya daratan-daratan serta benua-benua. Di Indonesia juga mengalami hal yang sama dengan daratan yang lainnya. Pada saat itu mengakibatkan paparan sunda yang dahulu berupa sebuah lautan yang memisahkan Indonesia dengan asia menjadi berupa sebuah es yang menghubungkan asia dengan Indonesia bagian barat. Sedangkan Bagian Indonesia timur terhubung dengan benua Australia dan di sebut dengan daratan sahul.

Saat Indonesia bagian barat tersambung dengan Asia maka binatang-binatang yang berada di Asia bisa dengan mudah bermigrasi ke Indonesia bagin barat. Dan saat Indonesia bagian timur tersambung dengan Australia binatang yang tinggal di Australia dapat bermigrasi dengan bebas tanpa harus menyebrang melewati lautan yang memisahkan Indonesia dengan Australia. Fauna yang hidup di Asia mempunyai kemiripan dengan binatang yang tinggal di Indonesia bagian barat, seperti badak jawa, harimau jawa dan masih banyak lagi yang lainnya.

Fauna yang berada di Indonesia bagian timur juga mempunyai kemiripan dengan hewan yang hidup di Australia seperti kangguru, burung Cendrawasih, dan masih banyak lagi yang mirip. Akibat dari Zaman glasial dapat mempengaruhi persebaran fauna di dunia. Saat zaman glasial terjadi, Di daerah tropika zaman glacial ini berupa zaman hujan (zaman pluvial) yang diseling dengan zaman kering (interpluvial). Pada saat itu Indonesia juga mengalami zaman pluvial atau zaman hujan karena Indonesia juga berada pada daerah tropika. Hampir setiap hari Indonesia mengalami hujan yang mengakibatkan banyaknya hutan-hutan hujan di Indonesia dan daerah tropika yang lainnya. Contoh di Indonesia adalah terdapat pada kalimantan.

hutan-tropis

Hutan hujan tropis di daerah Kalimantan terdapat pohon-pohonya bisa mencapai 20-40 meter. Itu yang menyebabkan adanya kemiripan flora antara Indonesia dengan daerah tropika yang lainnya. Zaman Interglasial adalah zaman ketika suhu di permukaan bumi kembali normal seperti biasa yang mengakibatkan es-es di permukaan bumi mencair dan kembali seperti dahulu kala. Pada saat zaman glasial banyak fauna yang sudah bermigrasi ke Indonesia barat dan timur.

Setelah terjadi zaman interglasial es-es yang telah menghubungkan ke antara Indonesia dengan Asia dan Australia kembali menjadi laut kembali, yaitu pada paparan sunda dan paparan sahul. Pada saat itu terjadi fauna yang sudah bermigrasi ke Indonesia tidak dapat kembali lagi ke daerah asalnya sehingga fauna-fauna tersebut harus hidup dan berkembang di Indonesia.

DEFINISI TENTANG HUTAN :

Posted in hutan | Tagged , , | 1 Comment

PENGERTIAN DAN DEFINISI HUTAN HUJAN TROPIS

Hutan Hujan Tropis

Hutan Hujan Tropis

Pengertian dan definisi dari Hutan Hujan Tropis banyak diberikan oleh para ahli. Mereka membahas kondisi-kondisi yang menunjang terbentuknya hutan hujan tropis di dunia. Menurut Whitmore, istilah Hutan Hujan Tropis mulai dipakai pada tahun 1898 dalam buku Plant Geography diperkenalkan oleh A. F. W. Schimper, dan istilah ini tetap dipakai sampai sekarang.

Hutan hujan tropis merupakan hutan daun lebar yang selalu hijau dengan tingkat kerapatan pohon yang tinggi. Hutan ini terdapat pada daerah-daerah yang suhunya tinggi sepanjang tahun, dengan curah hujan yang tinggi sekurang-kurangnya 1800-2000 mm per tahun dan tersebar merata. Pada hutan hujan tropis dicirikan dengan adanya tingkat kelembaban yang selalu tinggi, biasanya 80% atau lebih.

HUTAN HUJAN TROPIS

Struktur hutan hujan tropis terdiri dari tajuk yang berlapis-lapis. Lapis tajuk yang paling atas terdiri dari pohon-pohon yang muncul di antara lapis tajuk di bawahnya (kedua) dengan tinggi antara 45 – 60 m. Pohon pada lapis teratas umumnya mempunyai tajuk yang kecil dan tidak teratur dengan sedikit susunan cabang. Lapis tajuk kedua merupakan kanopi utama yang umumnya terdiri dari jenis-jenis pohon yang ramping dengan tinggi antara 30-40 m. Lapisan tajuk di bawahnya terdiri dari jenis-jenis pohon yang sangat toleran, dengan batang yang ramping, tinggi dan tajuk yang kecil, terdapat banyak epifit pada cabang yang tinggi.

Pada lantai hutan banyak terdapat jenis-jenis tumbuhan bawah seperti palem kecil, jenis-jenis bambu, rotan, paku-pakuan dan jenis-jenis lainnya, atau mungkin hampir tanpa tumbuhan bawah.

HUTAN HUJAN TROPIS

Hutan hujan tropis dikenal juga mempunyai tingkat keranekaragaman yang tinggi, banyak jenis yang belum diketahui dan mempunyai nilai komersil. Apabila terjadi penebangan maka permudaan secara alami oleh jenis-jenis yang berbeda dengan jenis-jenis penyusun hutan asli.

Hutan hujan tropis terbentuk di daerah sekitar khatulistiwa, yaitu Amerika Selatan (Brasil, Peru, Bolivia, dll), Afrika (Tanzania, Kenya, dll) serta daerah Asia Pasific (Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea).

Artikel Terkait :

Posted in hutan | Tagged , | 3 Comments

PUSAT REHABILITASI DAN PENYELAMATAN SATWA MASIHULANG – PULAU SERAM

PENYELAMATAN SATWA

Pusat Rehabilitasi dan Penyelamatan Satwa Masihulan dengan luas 3, 6 Ha terbagi dalam 3 (tiga) area dengan fungsi berbeda terhadap setiap jenis satwa burung yang ada didalamnya. Lokasi ini merupakan tempat penangkaran satwa burung hasil sitaan dari masyarakat. Jenis – jenis burung yang terdapat disini antara lain; burung bayan, Nuri ternate, Mambruk, kakatua ternate, dan kakatua galarita. Juga terdapat seekor ular phiton yang terbesar setaman nasional seluruh indonesia, yang ditemukan masyarakat sekitar.

Dalam lokasi ini, terdapat kandang – kandang penangkaran yang dibagi dalam tiga areal yaitu; areal karantina, areal peralihan / pendidikan, dan areal sosialisasi dan proteksi.

Untuk melepaskan satwa ke alam bebas, maka harus melewati penangkaran bertahap pada tiap areal yang ada. Areal karantina merupakan tahapan pertama satwa ditempatkan. Penempatan ini bertujuan untuk memeriksa dan megkarantina satwa baru agar meminimalisir kemungkinan adanya penyakit yang dibawa. Jika satwa burung telah diindikasikan sehat, maka dapat dipindahkan ke areal kedua. Pada areal ini, satwa akan dikarantina selama 60 hari sampai dengan 90 hari.

Pemeriksaan medis dilakukan dengan cara melihat bentuk fisik burung apakah ada luka atau kerusakan fisik lainnya bagi burung – burung yang terkena jerat yang ditemukan oleh penduduk, sedangkan untuk burung yang berasal dari hasil sitaan atau peliharaan, jarang mengalami kerusakan fisik. Untuk pemeriksaan medis terhadap darah dan air lendir biasanya dilakukan setiap 3 (tiga) bulan bekerja sama dengan Pusat pemeliharaan satwa di Bali.

Tiga indikator yang biasanya digunakan untuk menguji kesehatan satwa sebelum dipindahkan ke kandang yaitu; diagnosa awal, sampel darah, dan asupan gizi. Sedangkan untuk kemungkinan dapat dipindahkan ke areal berikutnya, maka satwa harus memenuhi syarat antara lain; kelengkapan terbang yang sempurna dan normalitas tubuh. Setelah lulus dari areal karantina, satwa harus dipindahkan ke areal peralihan / pendidikan. Sifat satwa yang jinak dan pintar biasanya akan lebih dominan jika hidup bersama dengan seekor satwa liar. Dengan alasan itu, maka dalam areal ini, satwa yang jinak akan di kandangkan bersama satwa liar yang jumlahnya lebih banyak dengan tujuan menekan dominansi satwa yang pintar tersebut.

Di dalam area pendidikan/peralihan, burung – burung yang mengalami cedera fisik seperti rusak sayap/patah, ditempatkan satu kandang dengan beberapa burung yang telah memiliki sifat liar (burung sejenis) sehingga dalam jangka waktu tertentu secara alami dapat kembali pulih.

kandang penangkaran

Kandang penangkaran pada areal karantina

Sedangkan bagi burung – burung yang berasal dari peliharaan yang tadinya masih memiliki sifat jinak karna sering berinteraksi dengan manusia dilatih untuk kembali memiliki sifat liar dengan cara ditempatkan berdekatan dengan burung – burung yang tidak sejenis yang sudah memiliki sifat liar, sehingga dalam jangka waktu tertentu dan secara alami kembali memiliki sifat liar. Jangka waktu untuk burung – burung yang menempati area ini tergantung dari jenis burung tersebut beradaptasi dan berinteraksi, ada burung yang lebig dari 2 (dua) tahun berada di area pendidikan ini. Beberapa jenis satwa yang berada di area pendidikan/peralihan, antara lain:

  1. Kakatua seram (Cacatua mollucensis ) 5 ekor
  2. Kakatua galerita 10 ekor
  3. Burung bayan halmahera 6 ekor
  4. Burung bayan halmahera merah 2 ekor
  5. Nuri kepala hitam ( Lorius domicella dan Lorius lory ) 11 ekor

kandang peralihan

Kandang dalam areal peralihan

Di dalam area ini, burung – burung yang sudah memiliki sifat liar ditempatkan bersamaan (burung sejenis) dengan burung yang masih memiliki sifat jinak yang berasal dari peliharaan atau sitaan sehingga dapat bersosialisasi dan lebih cepat memiliki sifat liar. Lamanya burung – burung yang masih memiliki sifat jinak di area ini ± 3 (tiga) bulan, itu pun tergantung jenis burung. Apabila dalam jangka waktu yang cepat burung sudah dapat menunjukan sifat liarnya maka akan di habituasi (kandang pengenalan habitat) selama ± 1 (satu) bulan dan siap dalam proses pelepasan ke alam. Beberapa jenis satwa yang berada di area sosialisasi, antara lain :

  1. Burung bayan ( Electus roratus ) 3 ekor
  2. Nuri ternate ( Lorius garullus ) 6 ekor
  3. Mabruk ( Goura cristata ) asal papua 1 ekor
  4. Kakatua seram ( Cacatua mollucensis ) 15 ekor
  5. Kakatua galerita 10 ekor
  6. Ular patola ( Phyton,sp ) 1 ekor

Areal terakhir dalam penangkaran ini adalah areal proteksi / sosialisasi. Penempatan pada areal ini bertujuan untuk mensosialisasikan satwa dengan kondisi bebas di alam. Cara yang dipakai biasanya dengan pemberian pakan yang umumnya ditemukan di hutan, serta pemasangan ranting – ranting pohon atau batang rotan pada kandang untuk makan dan bermain, seperti layaknya kondisi di alam.

burung penangkaran

Kandang penangkaran pada areal sosialisasi / proteksi

Pakan yang biasanya diberikan dapat digolongkan dalam empat kelompok antara lain:

  • Makanan hutan seperti; kenari, biji pinang muda, biji kayu besi, biji matoa, ujung rotan, buah kesone, dan sebagainya,
  • Makanan tambahan seperti; mangga, jeruk, kacang – kacangan dan apel,
  • Makanan pokok seperti; biji matoa, pisang, pepaya, kelapa, dan jagung,
  • Vitamin

Tujuan dari pemasangan ranting dalam kandang selain untuk mensosialisasikan satwa dengan kondisi alam, tapi juga mengupayakan agar satwa tidak mengalami stres. Pemberian makanan pokok harus rutin tiap hari, sedangkan untuk makanan hutan diupayakan ruting tiap hari. Makanan tambahan biasanya diberikan dua minggu sekali. Sedangkan untuk vitamin, umumnya diberikan tiap minggu. Pada keadaan ekstrim vitamin dapat diberikan tiga kali dalam seminggu.

Pada area ini, jika satwa telah dirasakan mampu bertahan di alam maka satwa tersebut dapat saja dilepaskan setelah berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Satwa tidak dipaksakan untuk dilepaskan ke alam. Lamanya satwa dalam areal sosialisasi tergantung dari kesiapan satwa itu sendiri. Sebelum dilepaskan ke alam, maka satwa wajib dipasang pengenal dengan nomor tertentu agar dapat dilacak keberadaanya. Biasanya ada dua cara pemasangan tanda pada satwa yang akan dilepaskan yaitu; secara permanen misalnya pemasangan cincin atau micro chip pada kakinya, dan secara semi permanen misalnya pemberian warna pada ekor atau pemasangan micro chip pada ekor. Pusat penyelamatan dan rehabilitasi satwa burung ini telah berhasil melepaskan sejumlah satwa hasil sitaan dari masyarakat. Dengan bantuan micro chip yang dipasang, maka petugas dapat menilai keberhasilan mereka. Salah satu keberhasilan yang pernah buktikan, yaitu pernah ditemukannya burung yang dipasangkan micro chip dalam kondisi bertelur.

BURUNG MASIHULANG PULAU SERAM

Jenis Satwa Burung Yang Terdapat Di Pusat Rehabilitasi
Dan Penyelamatan Satwa Masihulan.

No

Nama Jenis/Nama Ilmiah

Jumlah Individu   (ekor)

1. Mambruk (Goura cristata)

1

2. Kakatua Seram (Cacatua molucensis)

53

3. Kakatua Galerita Jambul Kuning Besar

13

4. Kakatua Galerita Jambul Kuning

3

5. Kakatua Sumba (Cacatua sulfurea citrinocristata)

1

6. Kakatua Tanimbar (Cacatua goffini)

2

7. Kakatua Putih (Cacatua alba)

5

8. Kakatua Dobo (Kakatua eleonora)

13

9. Bayan (Eclectus roratus)

16

10. Nuri Kepala Hitam Seram (Lorius domicela)

11. Nuri Ternate (Lorius garullus)

9

12. Nuri Kepala Hitam Papua (Lorius lory)

33

13. Nuri Pipih Biru (Eos reticulata)

1

14. Nuri Merah (Eos bornea)

15. Rankon (Rhyteceros plicatus)

16. Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus)

17. Kasuari (Casuarius casuarius)

18. Ular Patola (Phyton sp)

1

Jumlah Populasi

151

Taman Nasional Manusela >>>

Posted in ekowisata, hutan, jalan-jalan | Tagged | Leave a comment

Menilai Persemaian Tanaman Kehutanan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB)

Berdasarkan hasil citra landsat tahun 1999-2000 mengindikasikan terdapat lahan kritis yang perlu direhabilitasi seluas 101,73 juta ha. Dari luas tersebut 42,11 juta ha berada di luar kawasan hutan, dan seluas 59,62 juta ha berada di dalam kawasan hutan. 

Untuk menanggulangi Kerusakan hutan yang semakin parah Pemerintah menetapkan Program GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).

GNRHL secara resmi dicanangkan pada tahun 2003 oleh Presiden Megawati Soekanorpoetri di desa Karangduwet, Kecamatan Paliyan, Kabupaten gunung Kidul Yogyakarta, dengan Thema “Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Sebagai Komitmen Bangsa Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan dan Kesejahteraan Rakyat“.

GNRHL bertujuan untuk melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat, agar kondisi lingkungan hulu dapat kembali berfungsi sebagai daerah resapan air hujan secara normal dan baik.

makatian

Foto Bersama Bapak Ir. Arif  (Bpk Boy) Staf BPTH

Program GNRHL akan dilaksanakan pada daerah aliran sungai yang kondisinya kritis, dengan luas 3 juta hektar di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun dimulai tahun 2003 dengan rincian tahun 2003 seluas 300.000 ha, tahun 2004 seluas 500.00 ha, 2005 seluas 600.00 ha, tahun 2006 seluas 700.000 ha, tahun seluas 900.000 ha.

Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku pada Tahun Anggaran 2004 mendapat kegiatan pengadaan bibit sejumlah 2.000.000 anakan untuk penanaman hutan lindung dan hutan rakyat.  Persemaian dibuat pada beberapa lokasi yaitu: Desa Adaut, Fursui, Kandar, Namtabung, Makatian, Lauran dan Ilwaki disesuaikan dengan lokasi penanaman. 

Dari Ibukota Provinsi (Ambon) menuju lokasi-lokasi ini terlebih dahulu harus singgah di ibukota kabupaten Maluku Tenggara Barat (Saumlaki). Ambon – Saumlaki dapat ditempuh menggunakan alat transporasi udara.  Bila menggunakan transportasi laut harus memperhitungkan tinggi gelombang yang ada, karena melewati perairan laut Banda dengan ombak yang besar dan terkenal paling dalam di dunia.

speedboat

Naik Speed Boat Meninjau Lokasi Persemaian

Setibanya di Saumlaki ibukota kabupaten Maluku Tenggara Barat, kita harus menggunakan speedboat untuk melanjutkan perjalanan menuju lokasi-lokasi persemaian yang terpencar di berbagai tempat. 

Daerah-daerah yang dikunjungi mempunyai gelombang laut yang cukup besar.  Bila ke daerah-daerah tersebut harus memperhatikan kondisi mesin speedboat, jangan sampai mogok di tengah  jalan. Kalo hal itu terjadi bisa-bisa kita terbawa arus sampai ke benua Australia.

makatian
Foto Bersama Tim BPTH dan Dinas Perkebunan Kehutanan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Jenis-jenis yang disemaikan untuk penanaman hutan lindung dan hutan rakyat  Kab. MTB  T.A. 2005 adalah Jati, Sengon, Jambu Mete dan Eucaliptus. Tiap areal penanaman seluas 100 Ha disiapkan bibit sebanyak 100.000 s/d 200.000 anakan.

lauran
Tim Unpatti – BPTH – Konsultan Pengada Bibit
Bibit di persemaian yang sangat cepat pertumbuhannya adalah jenis Jati dan Jambu mete.

Jati termasuk salah satu jenis tanaman yang menyenangi cahaya matahari (intoleran), sehingga naungan perlu dilepaskan secara perlahan untuk memberikan cahaya yang cukup untuk semai jati.

lauran
Bibit Jati (Tectona grandis)
siap tanam
Bibit Jambu Mete, Sengon, Eucaliptus dan Jati

Setelah 3 bulan bibit di persemaian, bibit-bibit tersebut sudah dapat dipindahkan ke lapangan.

ikan
Ikan Segar

Perjalanan menuju lokasi persemaian dengan menggunakan speedboat dapat menemukan berbagai jenis ikan. Perairan ini terkenal dengan sumberdaya alam laut yang melimpah, banyak terdapat jenis-jenis ikan yang kecil maupun yang besar.

adaut

Foto Bersama BPTH, Konsultan dan Kepala Dinas Kab. MTB

 Selanjutnya Jenis-jenis Persemaian >>>
Posted in jalan-jalan, Persemaian Tanaman Kehutanan | Tagged , | 2 Comments

Papeda Makan Khas Maluku Dimakan dengan Kuah Ikan Kuning

Sagu (Metroxylon sp) habitatnya di daerah rawa, hasil hutan non kayu yang sejak dari dulu sudah dimanfaatkan sebagai sumber makanan. Di Maluku, Sagu tumbuh dengan sendirinya hutan-hutan rawa, pada daerah dataran rendah tumbuh di belakang hutan mangrove.

Menurut Flach and Schuiling (1991) kandungan Nutrisi (g) yang terdapat pada batang sagu adalah N = 590, P = 170, K = 1700, Ca = 860 dan Mg = 350. Pada saat pengolahan di lapangan nutrisi ini banyak hilang dan kembali ke tanah tempat tumbuhnya.

Sebagai makanan pokok orang Maluku, sagu dijadikan “papeda” untuk dimakan dengan “ikan kuah”. Kalo menghidangkan papeda tanpa “ikan kuah” rasanya tidak lengkap.

papeda fish

Pada saat ini daerah perkotaan di Maluku orang sudah lebih banyak mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan sehari-hari. Sagu yang dibuat “papeda” sudah jarang ditemui hanya pada saat-saat tertentu atau acara khusus saja “Papeda” disajikan bersama “Ikan kuah kuning”. Tidak semua rumah makan di kota Ambon menyediakan menu ini hanya pada rumah makan tertentu dan tidak banyak tersedia.

bale papeda

Untuk mengambil papeda dari tempatnya “bale papeda” menggunakan “gata-gata” (terbuat dari bamboo) agar bisa disantap dan ada orang tertentu yang akan menaruh / bale papeda ke piring yang sudah di ada kuah ikannya.

papeda kuah ikan

Papeda dimakan tidak memakai sendok tetapi disantap langsung dari piring, bagi yang belum terbiasa, silahkan memakai sendok untuk memasukannya ke dalam mulut. Agar mulut tidak belepotan.

makanan ambon

Selain dengan “kuah ikan”, ada menu lain juga yang dihidangkan, yang akrab dengan sebutan “makanan ambon”. Yaitu : Kasbi (singkong) Rebus, Acar, Sayur Jantung Pisang, Sayur Daun Kasbi, Ikan Bakar dan Colo-colo.
Makanan-makanan ini tidak mengandung kolesterol, jadi sehat untuk dikonsumsi dengan kebutuhan serat yang berimbang. Untuk yang sedang diet disarankan untuk mengkonsumsi makanan seperti ini agar tetap lansing. Apabila ditambah dengan berolahraga yang teratur maka hidup menjadi sehat.

Sebagai panganan, sagu diolah kemudian dibakar dijadikan makanan “Sagu gula”, untuk dihidangkan bersama Kopi atau “Teh gula” (teh manis), saat pagi hari atau sore hari.

Gambar-gambar ini diambil pada saat Acara pelatihan dan penanaman Mangrove Kewang Haruku di Desa Haruku, Pulau Haruku, Provinsi Maluku.

Posted in jalan-jalan, Papeda Makanan Maluku | Tagged | 1 Comment

Wisata Pantai Natsepa yang Mempesona

Pantai Natsepa Sangat Mempesona

pantai natsepa ambon

Pantai Natsepa tempat rekreasi wisata pantai utama di Pulau Ambon. Walaupun terletak di Pulau Ambon tetapi sudah termasuk daerah administrasi Kabupaten Maluku Tengah yang ibukota kabupatennya adalah Kota Masohi, terdapat di Pulau Seram.
Pantai Natsepa merupakan tujuan para wisatawan dalam maupun luar negeri yang mau menikmati pasir putih dan udara pantai yang segar.

natsepa

Pemandangan sore hari di Pantai Natsepa saat matahari akan terbenam. Duduk santai bersama teman-teman ataupun keluarga sambil bercerita.

natsepa

Pembenahan terus dilakukan untuk mempercantik Pantai Natsepa, Kios-kios penjual ditata dan diatur posisinya dengan rapih supaya para wisatawan dapat menikmati suasana pantai dengan nyaman.

natsepa

Kios-kios para penjual yang menawarkan dagangan rujak, es kelapa muda, pisang goreng, sagu gula, jangung rebus dan lainnya.

natsepa

Kelapa muda terlihat hampir di semua kios, yang nantinya dijadikan es kelapa muda setelah dicampur dengan sirup dan susu. Dalam kondisi haus setelah berkeliling-keliling, es kelapa muda merupakan minuman yang segar untuk mengembalikan tenaga.

natsepa

natsepa

Bagi pencari rejeki, ban dalam bekas dijadikan pelampung untuk anak-anak ataupun orang dewasa yang ingin berenang dengan harga sewa per buah Rp. 5.000,-. Selain itu disewakan juga tikar dengan harga yang sama untuk pendatang yang ingin duduk dan bersantai di tepi pantai.

natsepa

Selain berenang di Pantai Natsepa, dapat juga berperahu secara bersama-sama dan mendayung perahu sendiri. Kalo belum mahir mendayung sebaiknya jangan mendayung sendiri karena bisa-bisa terbawa arus tidak bisa kembali ke pantai lagi.

natsepa

Banyak perahu yang tersedia untuk disewakan. Menyewa perahu per jam sebesar Rp. 25.000 dapat mendayung sendiri ataupun meminta orang yang mahir mendayung.

natsepa

Rujak Natsepa merupakan Makanan yang khas, dan tidak lengkap kalo datang di Natsepa tetapi tidak mencicip Rujak Natsepa. Rujak Natsepa terbuat dari buah-buahan segar dan yang membedakannya adalah bumbu rujak yang terbuat dari gula aren tradisional dan kacang yang banyak. Kalau ingin pedas tambahkan cabe yang banyak.

Rujak Natsepa

Jangan sampai melewatkan Rujak Natsepa kalau datang di Pantai Natsepa hanya dengan harga Rp. 8.000,- sudah dapat menikmatinya.

natsepa

Banyak penjual jagung rebus dan makan khas dijajakan, sambil “dikeku” di kepala.

natsepa

Selain makanan khas yang tersedia, makanan yang sudah familiar seindonesia juga ada yaitu bakso dan soto. Sarmento (Sarimie Telor) tidak ketinggalan disajikan.

natsepa

Hampir setiap kios di Pantai Natsepa menjajakan Rujak dan Es Kelapa muda, tinggal pilih saja Rujak dan Es Kelapa muda mana yang enak menurut selera.

natsepa

Itulah sekilas cerita tentang Pantai Natsepa, bila datang ke kota Ambon jangan lupa pergi menikmati suasana pantai yang indah di pantai Natsepa.

KOTA AMBON MANISE >>>

Posted in ekowisata, hutan pantai, jalan-jalan, Wisata Pantai | Tagged , | 2 Comments

Jual Durian dan Gandaria di Batu Meja Ambon

Buah-buahan yang dijual Jalan Batumeja Ambon ini merupakan hasil panen dari kebun masyarakat, yang akrab dengan sebutan “Dusun”. Buah-buahan seperti durian yang berasal dari Dusun biasanya disebut “Durian Gunung”. Hal ini dikarenakan buah-buah yang dijual tersebut dibawa dari tempat-tempat yang daerahnya lebih tinggi dibanding kota Ambon. Bila diamati, stratifikasi tajuk di dalam Dusun sangat mirip dengan hutan alam. Sehingga kondisi dan iklim mikro yang terbentuk sama seperti di hutan alam. Orang-orang menggolongkan Dusun dalam sistem agroforestri tradisional.

buah-buahan hasil dusun agroforestry tradisional

Sebelum bangsa Portugis tiba di Maluku pada awal abad ke-16 dan Bangsa Belanda tiba pada awal abad ke-17 (1602) agroforestri yang dikenal di Maluku sebagai dusun telah membudaya pada masyarakat Maluku. Dusun adalah suatu aset “intagible” di Maluku yang termasuk dalam “indigenous knowledge” dan “indigenous technology” yang sudah teradaptasi dengan lingkungan fisik, biologis dan masyarakat setempat.

Sistem dusun inilah yang membawa Maluku terkenal dengan nama “the Spice Island”, Bangsa Belanda berusaha menguasai Maluku pada tahun 1602 dan melakukan perbuatan yang tidak terpuji yaitu menebang sebagian besar pohon – pohon pala, cengkeh demi untuk mempertahankan monopoli perdagangan rempah-rempah. Gerakan penebangan pohon perdagangan pala dan cengkeh.

Masyarakat pulau Ambon yang hidup dari dusun adalah petani – nelayan dan berburu. Sistem pemerintahan desa dan perangkat hukum sangat baik di dalam mengatur dusun dan kekayaan desa lainnya. Sistem desa di Maluku adalah berkelompok sedangkan dusun terletak 1-8 km dari pinggiran desa. Tidak semua orang di desa mempunyai dusun, karena di setiap desa itu ada pendatang. Bagi pendatang mereka dapat menikmati hasil dari dusun itu dengan memungut apa yang jatuh di tanah, kecuali buah durian dan kelapa. Istilah memungut apa yang jatuh dari pohon itu disebut usu, selain itu juga ada pelarangan untuk mengambil hasil pada jangka waktu tertentu baik bagi ikan, telur burung dan tanaman. Bagi ikan dan burung pelarangan itu terutama pada musim “breeding” dari burung, ikan atau mamalia tertentu. Pelarangan tersebut di Maluku dikenal dengan nama “Sasi”.

Sasi juga berlaku bagi hasil tanaman supaya menjaga pemanen dilakukan pada waktu yang tepat. Sasi bukan saja berlaku bagi waktu panen tetapi juga batas maksimum panenan.

“Sasi” adalah larangan untuk mengambil atau melanggar sesuatu yang telah diberlakukan sasi, bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi.

“Sasi” mempunyai tujuan antara lain :

  1. Menjaga ketertiban dalam pengelolaan alam dan lingkungan hidup,
  2. Mengubah tingkah laku dan pola pikir masyarakat menjadi masyarakat berwawasan lingkungan
  3. Menjaga kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
  4. Penggunaan Hak seseorang secara tepat menurut waktu yang ditentukan untuk memetik hasil kebun

Sistem tanaman buah-buahan dengan tanaman pangan atau tanaman rempah rempah dengan tanaman pangan dan tanaman kelapa, pala, cengkeh dengan tanaman pangan adalah sistem peralihan dari hutan alam ke hutan tanaman buah-buahan atau rempah-rempahan.

Sistem dusun di Maluku yang terdiri dari tanaman kenari, kelapa, coklat atau kenari dan pala mungkin lebih cocok disebut agroforestri, sedangkan campuran pohon buah-buahan pomoforest/ pomologyforest (pomology = tanaman buah-buahan).
Maluku terletak dalam daerah fauna Wallacea yang sangat kaya akan mamalia dan avifauna yang merupakan campuran binatang dan burung dari daratan Asia dan benua Australia. Sebutan orang-orang generasi tua di Ambon bahwa dusun panggil burung dan kusu (mamalia Phalangeridae) tidaklah salah. Jika pada dusun itu ada pohon kenari, kelapa, pala dan duren pasti kusu dan burung-burung endemik itu akan menetap. Karena kusu dan burung-burung itu adalah herbivora yang makanannya daun muda, bunga dan buah.

jualan buah di Batu Meja

BUAH-BUAHAN HASIL DUSUN.
JALAN BATUMEJA MENJADI TEMPAT TRANSAKSI ANTARA PENJUAL
DAN PEMBELI. BUAH-BUAHAN INI MERUPAKAN HASIL
DARI “DUSUN” DAERAH “GUNUNG” PULAU AMBON

 

Dusun dengan campuran tanaman pohonan terdiri dari dominasi kelapa, cengkeh, dan pala atau yang didominasi tanaman buah-buahan (duren, langsat, gandaria, dsb), kelapa dan kenari. Pohon buah-buahan yang terdapat dalam dusun campuran itu pada umumnya terdiri dari durian (Durio zibethinus Mur), gandaria (Borrea macrophylla Griff), duku (Lansium domesticum Correa), langsat (Lansium domesticum Correa), kokosan (Langsium domesticum Correa), bacang (Mangifera foetida Lour), Kuini (Mangifera odorata Griff), mangga monoembrionik (Mangifera indica L), rambutan (Nephelium lappaceum L), salak Bali (Salacca zallaca var amboninensis Becc). Salak Bali berumah satu dan asalnya dari Maluku tetapi terkenalnya di Bali ini suatu pertanda bahwa keragaman genetik salak Bali yang lebih besar terdapat di Maluku.

Pustaka :
Wattimena G. A. 2003, Contoh-Contoh Agroforestri di Maluku, Bahan Latihan Agroforestri di Indonesia World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor.

Posted in Agroforesty, Buah-buahan Maluku, jalan-jalan | Tagged , , , | 1 Comment

Pohon Cemara di Tepi Pantai

Bila ke kota Bula Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku,  jangan lupa singgah di Pantai Sesar. Pantai yang menjadi salah satu objek wisata yang sedang dikembangkan. Pantai ini menjadi tempat rekreasi masyarakat sekitar pada hari libur.
Rencananya akan dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata yang bukan saja untuk masyarakat Bula tapi juga masyarakat luar Kabupaten Seram Bagian Timur..
Jarak pantai Sesar dari kota Bula sekitar 5 km. Setiba di pantai Sesar, sejauh mata memandang yang terlihat adalah pohon Kasuari / Cemara (Casuarina equasetifolia). Entah ada berapa banyak pohon Casuarina equasetifolia di pantai ini, dari tingkat pohon sampai semai ditemukan sangat melimpah.

Pantai Sesar Kab. SBT Continue reading

Posted in ekowisata, hutan pantai, pohon cemara | Tagged , , | 2 Comments

EKOWISATA yang menarik di Pulau-Pulau Kecil Provinsi Maluku

PENGERTIAN DAN TUJUAN EKOWISATA

Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut :

” Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat ” Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.

Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut : Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata.
Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan “pelestarian” dibanding pemanfaatan. Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur conservation tax untuk membiayai secara langsung kebutuhan kawasan dan masyarakat lokal.

Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik, dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.
Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler (Turis Ekowisata) menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (community based).

POTENSI DAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA ALAM LAUT (TWA) PULAU MARSEGU DAN SEKITARNYA.

Di Propinsi Maluku, Hutan Konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan adalah sejumlah 12 unit Cagar Alam (satu diantaranya adalah Cagar Alam Laut), 3 unit Suaka Margasatwa, 1 Unit Taman Nasional dan 5 unit Taman Wisata (tiga diantaranya adalah Taman Wisata Laut). Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya Kabupaten Seram Barat dengan luas sekitar 11.000 Ha ditetapkan sebagai Taman Wisata Laut Pada tanggal 05 – 03 – 1999 dengan SK Menhutbun No. 114/Kpts-II/1999. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Sedangkan Pulau Marsegu dengan luas 240,20 ha telah ditetapkan menjadi Kawasan Hutan Lindung sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 10327/Kpts-II/2002, tanggal 30 Desember 2002. Ekosistem perairan di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya (TWA) memiliki beberapa potensi, yang perlu dikelola dengan baik. Pembentukan kawasan konservasi dimaksudkan untuk pengelolaan sumberdaya hayati, yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan ketersediaan sumberdaya tersebut. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya (TWA) mengandung nilai konservasi yang tinggi. Hal ini mengacu pada data potensi terumbu karang, mangrove, lamun, rumput laut dan biota lain, seperti Lumba-lumba (mamalia laut) dan Penyu dari jenis Erelmochelys imbricata (Penyu Sisik) dan Chelonia mydas (Penyu Hijau). Beberapa biota laut yang unik, yang ditemukan juga di kawasan ini antara lain: Kelinci Laut (Nudibranch), Tunikata (Acidian) dan sejumlah besar Akar Bahar Kipas (Gorgonian). Oleh karena itu penataan kawasan di TWA sangat penting dan mendasar dalam rangka memelihara dan melestarikan keunikan dan kekayaan ekosistem yang ada.

terumbu karang
Terumbu Karang Taman Wisata Alam Laut

Pulau Marsegu dan sekitarnya Fungsi yang sangat mendasar Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya yaitu:

  1. sebagai wahana konservasi sumberdaya hayati pesisir dan lautan, dalam rangka upaya perlindungan kawasan dan pelestarian sumberdaya yang ada
  2. sebagai wahana penelitian (research) dan pemantauan (monitoring) sumberdaya hayati, meliputi sarana dan prasaraana penelitian dan penyebarluasan informasi
  3. sebagai wahana partisipasi masyarakat dari segala lapisan, baik lokal maupun non-lokal dalam rangka pendidikan dan pembinaan yang berwawaasan linkungan, sehingga pembudayaan sadar dan cinta lingkungan dapat dicapai
  4. sebagai wahana pemanfaatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang meliputi kegiatan wisata alam dan usaha perikanan yang bersahabat dengan lingkungan.

Potensi sumberdaya alam yang dapat didayagunakan dalam kawasan TWA dan sekitarnya dapat dikelompokkan 2 katagori, yaitu kegiatan wisata dan non-wisata yang menunjang kegiatan wisata. Pendayagunaan potensi sumberdaya alam melalui kegiatan wisata antara lain : snorkling, scuba diving, perahu kaca dan perahu wisata biasa, pancing wisata, ski air, kawasan pendaratan penyu, areal pasir putih, areal kamping (camping ground), komplek persitirahat (bungalow) dengan latar belakang panorama laut. Sedangkan kegiatan non wisata, antara lain: Budidaya rumput laut, Budidaya/pembesaran ikan jaring apung, Penangkaran dan peneloran penyu, Perikanan tradisional di sekitar kawasan, Pendidikan dan Penelitian. Kegiatan-kegiatan tersebut ditata sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan memiliki daerah tetrtentu, dengan mengacu pada zonasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: (1) kegiatan wisata, (2) kegiatan non-wisata yang menunjang kegiatan wisata dan (3) kegiatan umum.

PENGEMBANGAN WISATA DI PULAU-PULAU KECIL

(PULAU MARSEGU)

 

Snorkling, scuba diving dan perahu kaca merupakan kegiatan yang menikmati pemandangan di bawah air. Pemandangan yang menarik itu meliputi hamparan terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, ikan hias dan ikan karang, dan berbagai biota laut lain yang menghuni di bawah dan di dasar laut antara lain kelompok moluska (kerang-kerangan dan siput), coelenterata (ubur-ubur), ekhinodermata (bintang laut, bulu babi, teripang, lili laut dan “sand dollar”), mamalia air, reptilia (penyu). Aktivitas snorkling dapat dilakukan pada perairan yang relatif dangkal sehingga pemandangan bawah air masih dapat dinikmati dengan jelas. Sedangkan untuk perairan yang lebih dalam dapat dilakukan aktivitas scuba diving yang menggunakan alat selam lengkap seperti masker, snorkel, regulator, tabung udara, BCD (Buoyancy Compensator Device), sepatu koral, fin (‘kaki katak”) dan baju selam (jika perlu). Aktivitas snorkling dan scuba diving hendaknya dapat dilakukan pada daerah tertentu (daerah yang sama atau terpisah) yang dapat dikatagorikan indah dan aman bagi pengunjung. Selain itu penjelasan dan pengawasan terhadap pengunjung dilakukan secara efektif sehingga kerusakan terhadap komunitas biota dan ekosistem kawasan dapat dicegah semaksimal mungkin. Kegiatam snorkling dapat dilakukan di sekitar pinggiran Teluk Kotania dan beberapa pulau kecil lainnya seperti Pulau Osi, sepanjang hamparan datar (flat) hingga tubir. Sedangkan kegiatan scuba diving di perairan yang lebih dalam, yaitu mulai dari daerah tubir ke arah laut. Pemandangan bawah laut juga dapat dinikmati tanpa harus berenang, yaitu dengan menggunakan perahu kaca. Pengunjung dapat melihat dan menikmati pemandangan bawah air melalui kaca yang dipasang persis di bawah perahu. Lokasi aktivitas perahu kaca dipisahkan dengan lokasi aktivitas snorkling dan scuba diving, sehingga tidak saling mengganggu. Perahu kaca ini dapat memperkecil resiko kerusakan terumbu karang dan biota lainnya, karena tidak menyentuh dasar perairan sepanjang perahu tidak membuang sauh (jangkar) atau menabrak daerah terumbu karang yang dangkal. Lokasi yang baik adalah sepanjang batas tubir yang mempunyai kedalaman yang relatif dangkal sehingga pemandangan bawah laut masih jelas.

berperahu wisata alam
Berperahu di Kawasan Wisata Alam Laut
Pulau Marsegu dan sekitarnya

Aktivitas pancing wisata merupakan kegiatan memancing non profit yang menikmati suasana wisata. Kegiatan ini bukan merupakan kegiatan eksploitasi tetapi merupakan pemancingan terbatas pada daerah tertentu dimana populasi dan keanekaragaman ikannya masih cukup tinggi. Daerah yang direkomendasikan untuk kegiatan ini adalah di sebelah selatan pulau. Pemantauan dari kegiatan ini hendaknya dapat dilakukan dengan baik dalam usaha mencegah penurunan populasi ikan yang tinggi dan kemusnahan jenis. Pemantauan dapat dilakukan melalui pencacahan jumlah dan jenis ikan yang tertangkap, serta evaluasi komunitas ikan di alam.

hasil pancingan wisata alam
Hasil Pancingan di Kawasan Wisata Alam Laut

Kegiatan wisata laut lainnya yaitu ski air. Ski air dapat dilakukan pada daerah bebas ombak, dimana pengunjung dapat menikmati dengan meluncur di permukaan air. Aktivitas ini mempunyai resiko kecil terhadap kerusakan lingkungan. Namun demikian, kegiatan ini sebaiknya tidak dilakukan diatas habitat terumbu karang. Hal ini menghindari terinjaknya terumbu karang oleh peserta ski air sewaktu terjatuh ke dalam air. Di kawasan reef flat sebelah utara dan timur laut P. Marsegu ditemukan penyu (Penyu Sisik dan Penyu Hijau) yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat penelitian dan rekreasi terbatas (hanya untuk kepentingan penelitian). Namun demikian, pengunjung yang diperbolehkan masuk ke kawasan penyu tidak boleh banyak, mengingat penyu sangat sensitif terhadap suara dan cahaya. Sedangkan di Pulau Marsegu sendiri menjadi habitat satwa kelelawar (Pteropus vampirus) dalam jumlah besar sehingga oleh masyarakat setempat dinamakan Pulau Marsegu atau Pulau Kelelawar. Selain Kelelawar dapat ditemui juga satwa-satwa yang dilindungi seperti Burung Gosong Megaphodius reinwardtii (Maleo) dan Kepiting Kelapa (Birgus latro) atau yang bahasa lokalnya disebut “kepiting kenari”. Masih banyak satwa burung lain yang menjadikan pulau ini sebagai habitat makan, bermain dan tidur.

vampirus birgus latro
Kelelawar (Pteropus vampirus)
Kepiting Kenari (Birgus latro)

Potensi alam non hayati yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh pengunjung adalah hamparan pantai pasir putih. Pasir putih ini merupakan suatu tempat dimana pengunjung dapat bermain-main pasir atau ombak, dan tempat istirahat sambil menikmati pemandangan laut atau sambil menjemur badan. Hal yang perlu diperhatikan di lokasi ini adalah sampah baik dari pengunjung atau pihak pengelola yang merupakan sumber pencemaran yang potensial. Selain itu perlu dijaga keutuhan estetika, seperti pemandangan, kebersihan dan sebagainya. Di Pulau Marsegu dan pulau-pulau di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai areal kamping (camping ground) dan penginapan (bungalow). Khusus untuk areal kamping merupakan daerah terbuka dengan alam dimana sekelilingnya terdapat beberapa pohon. Sedangkan tempat penginapan/bungalow dapat dibangun di sekitar pantai, yaitu daratan setelah daerah pasang tertinggi atau rumah panggung diatas permukaan laut yang dangkal dan bebas ombak.

camping wisata alam
Kamping (camping ground) di Pulau Marsegu

Aksesibilitas ke Pulau Marsegu dari kota Ambon sebagai Ibu Kota provinsi dapat ditempuh melalui rute:

  • + Ambon – Hunimua. (Jalur darat)
  • + Hunimua – Waipirit (Pulau Seram) menggunakan Ferry (1,5 jam)
  • + Waipirit – Piru – Pelita Jaya. (Jalur darat ± 56 km)
  • + Pelita Jaya – Pulau Marsegu. (Jalur laut ± 5 km )

pulau marsegu
LOKASI PULAU MARSEGU

 

naik perahu
Naik Perahu – Seram Barat – Maluku. Dari Pulau Osi menuju Pulau Marsegu menggunakan “katinting” salah satu alat transportasi masyarakat pesisir.

PUSTAKA

Fandeli Chafid, dkk, 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anonimous, 1995, Penentuan Calon Kawasan Konservasi Laut di Pulau Marsegu dan sekitarnya. Provinsi Maluku. Dirjen Pembangunan Daerah Depdagri Bekerjasama dengan Direktorat Bina Kawasan Suaka Alam dan Konservasi Flora Fauna, Dephut. Jakarta.

Posted in ekowisata | Tagged , , , | Leave a comment